Krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun 1997, pada tahun 1998 telah berkembang menjadi krisis multidimensi. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya tuntutan kuat dari segenap lapisan masyarakat terhadap pemerintah untuk segera diadakan reformasi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Inilah yang melatarbelakangi pemerintah kemudian mencangkan gerakan reformasi birokrasi. Melihat situasi dan kondisi saat ini dengan adanya revolusi indusri 4.0, VUCA, pandemi Covid-19 serta lonjakan demografi, maka reformasi birokrasi dirasa semakin diperlukan dalam pelaksanaan pemerintahan.
Reformasi birokrasi gelombang pertama pada dasarnya secara bertahap mulai dilaksanakan pada tahun 2004. Program utama yang dilakukan pemerintah adalah membangun aparatur negara melalui penerapan reformasi birokrasi. Pada tahun 2011, seluruh kementerian dan lembaga (K/L) serta pemerintah daerah (Pemda) ditargetkan telah memiliki komitmen dalam melaksanakan proses reformasi birokrasi. Pada tahun 2014 secara bertahap dan berkelanjutan, K/L dan Pemda telah memiliki kekuatan untuk memulai proses tersebut, sehingga pada tahun 2025, birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi dapat diwujudkan. Harapannya pada tahun 2025 Indonesia berada pada fase yang benar-benar bergerak menuju negara maju.
Berkaitan dengan hal tersebut, reformasi birokrasi bermakna sebagai sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Selain itu, reformasi birokrasi juga bermakna sebagai sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam menyongsong tantangan abad ke-21. Jika berhasil dilaksanakan dengan baik, reformasi birokrasi akan mencapai tujuan yang diharapkan, di antaranya:
mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan;
menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy;
meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat;
meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi;
meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi;
menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.
Reformasi birokrasi berkaitan dengan ribuan proses tumpang tindih (overlapping) antar fungsi-fungsi pemerintahan dan melibatkan jutaan pegawai. Selain itu, reformasi birokrasi merupakan proses menata ulang birokrasi dari tingkat (level) tertinggi hingga terendah dan melakukan terobosan baru (innovation breakthrough) dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada (out of the box thinking), perubahan paradigma (a new paradigm shift), dan dengan upaya luar biasa (business not as usual).
Oleh karenanya arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional disusun dalam sebuag grand design reformasi birokrasi yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.
Gambar 1 Kondisi Birokrasi yang Diinginkan
Grand Design Reformasi Birokrasi bertujuan untuk memberikan arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional selama kurun waktu 2010- 2025 agar reformasi birokrasi di K/L dan Pemda dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, dan berkelanjutan. Hasilnya diharapkan akan mendorong perubahan mind set dan culture set pada setiap birokrat ke arah budaya yang lebih profesional, produktif, dan akuntabel.
Setiap perubahan diharapkan dapat memberikan dampak pada penurunan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, pelaksanaan anggaran yang lebih baik, manfaat program-program pembangunan bagi masyarakat meningkat, kualitas pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik meningkat, produktivitas aparatur meningkat, kesejahteraan pegawai meningkat, dan hasil-hasil pembangunan secara nyata dirasakan seluruh masyarakat.
Berbgai upaya dapat dilakukan meeujudkan hal tersebut, diantaranya penerapan program quick wins, yaitu suatu langkah inisiatif yang mudah dan cepat dicapai yang mengawali suatu program besar dan sulit. Quick wins dilakukan di awal dan dapat berupa quick wins untuk penataan organisasi, tata laksana, peraturan perundangundangan, sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan penataan budaya kerja aparatur. Selanjutnya, penerapan manajemen perubahan (change management) agar tidak terjadi hambatan terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi; penerapan knowledge management agar terjadi suatu proses pembelajaran dan tukar pengalaman yang efektif bagi K/L dan Pemda dalam melaksanakan reformasi birokrasi; dan penegakan hukum agar terwujud batasan dan hubungan yang jelas antara hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan masing-masing pihak. Tentu saja akan dapat berjalan baik jika didukung oleh monitoring dan evaluasi secara berkala.